Pitutur | Keluarga Eyang Kakung

Hai Nak, Bapak kembali.

Sebagaimana janji Bapak kemarin, Bapak akan menceritakan keluarga eyang kakung.

Untuk membedakan buyut dari eyang kakung dan eyang putri, Bapak memanggil buyut dari eyang kakung dengan panggilan “Mbah Cilacap” karena lokasi tempat tinggalnya di Cilacap. Bapak memang orang asli Cilacap, tepatnya Desa Kalisabuk. Nah, kami orang Kalisabuk biasa menyebut Cilacap kota dengan sebutan “Cilacap”. Karena rumah buyut dari eyang kakung berada di Cilacap kota, maka Bapak dari kecil memanggil beliau dengan Mbah Cilacap.

Buyut punya tiga anak yang kesemuanya laki-laki. Eyang kakung adalah anak pertamanya. Anak kedua juga merupakan seorang guru, sama seperti eyang. Anak ketiganya bekerja sebagai karyawan di salah satu gedung milik PT. Pertamina.

Eyang kakung berasal dari keluarga petani. Meski sewaktu masih bekerja, keseharian buyut kakung adalah pekerja dan buyut putri membuka warung kelontong di rumah, tetapi setahu Bapak, buyut punya lahan pertanian di Purworejo.

Buyut hidupnya sederhana. Kalau bahasa Jawanya “nrimo” dan gak neko-neko. Salah satu momen yang paling Bapak ingat adalah buyut sering datang ke rumah Bapak dengan mengendarai sepeda berwarna birunya. Padahal jarak antara rumah buyut ke rumah Bapak kurang lebih 15 km.

Keluarga eyang kakung juga termasuk keluarga yang pendiam, khususnya buyut kakung dan anak-anaknya, termasuk eyang kakung. Suatu waktu semua anak-anaknya berkumpul di rumah buyut beserta dengan cucu-cucunya. Para ibu-ibu dan anak-anaknya berkumpul di ruang keluarga, sedangkan buyut dan anak-anaknya (termasuk eyang kakung) berkumpul di ruang tamu. Layaknya orang mengobrol, biasanya ada saja yang dibicarakan, mulai dari hal remeh temeh sampai dengan hal yang serius, tak terkecuali para ibu-ibu. Akan tetapi, berbeda halnya dengan para bapak-bapak yang ada di ruang tamu. Beberapa kali bahkan tidak ada suara yang terdengar dari ruang tamu untuk waktu yang cukup lama, padahal mereka sama-sama duduk di ruang tamu. Waktu itu belum musim handphone seperti sekarang, jadi diamnya mereka bukan karena bermain handphone, tetapi karena memang sifatnya yang pendiam. 🙂

Momen lain yang Bapak ingat adalah hampir setiap kali Bapak ke rumah buyut Cilacap sewaktu kecil, Bapak selalu diberi sangu (angpao) ketika mau pamit pulang. Awalnya eyang putri mengajari Bapak untuk menerimanya dalam rangka menghargai pemberian. Lama kelamaan, eyang putri merasa seharusnya eyang-lah yang memberi sangu buyut, bukan sebaliknya. Oleh karena itu, suatu waktu sebelum ke rumah buyut, eyang putri meminta Bapak untuk menolak sangu dari buyut apabila diberi. Ternyata buyut kembali memberi sangu. Bapak menolak karena teringat pesan eyang. Buyut tetap memaksa memberi sangu dalam bentuk pecahan uang koin yang dibungkus plastik itu. Sayangnya, reaksi Bapak selanjutnya tidak baik untuk ditiru. Bapak menerima sangu itu kemudian melemparnya ke lantai. Pecahlah bungkusan koin itu dan berserakan di lantai. Bapak lupa reaksi eyang dan buyut kala itu. Tapi yang pasti, sejak saat itu Bapak jadi belajar bahwa melempar sangu ke lantai adalah hal yang tidak seharusnya dilakukan apabila mau menolak pemberian. Sebaiknya mungkin terima saja dulu kemudian sampaikan bahwa lain kali tidak perlu repot-repot memberi sangu. Semoga bisa menjadi pelajaran buatmu untuk tidak menirunya, ya nak!

Pitutur | Sekilas tentang Eyang

Hai Anakku, Apa kabar? Semoga senantiasa dalam keadaan baik ya. Bapak senantiasa berdoa untuk kebaikanmu.

Melalui media ini, Bapak ingin bercerita tentang apapun yang Bapak rasa perlu kamu ketahui. Nantinya mungkin akan banyak artikel yang menceritakan hidup Bapak dari mulai Bapak kecil hingga menjadi tua. Bapak berharap kamu bisa mengambil pelajaran dari kisah Bapak yang sederhana ini. Bapak tidak tahu kapan kamu akan sempat membaca tulisan ini. Namun Bapak berharap kamu akan memiliki waktu untuk membacanya.

Bapak mulai dengan cerita tentang latar belakang keluarga Bapak, ya.

Bapak berasal dari keluarga yang sederhana. Eyang kakung dan eyang putri adalah Pegawai Negeri Sipil Guru SD. Menariknya, kakak dan adiknya eyang juga banyak yang menjadi guru. Karena itulah sejak kecil Bapak sudah dibesarkan di lingkungan pendidikan, khususnya guru. Pada saat kumpul keluarga besar pun topik diskusi yang sering dibahas adalah tentang dunia pendidikan, misalnya: kebijakan pengangkatan guru honorer, gaji ke-13, hingga rencana pensiun setelah jadi guru. Entah kenapa Bapak bangga dan bersyukur dilahirkan di keluarga besar yang seperti itu.

Eyang kakung berasal dari Purworejo. Bapak selalu lupa persisnya dimana, namun yang pasti rumah keluarga besarnya berada di gunung. Kalau Bapak bersilaturahmi ke sana, Bapak harus jalan kaki naik turun bukit untuk menyambangi semua saudaranya. Setiap kali perjalanan ke sana, Bapak selalu menikmatinya. Mungkin karena Bapak suka dengan alam, sehingga ketika berjalan kaki mengunjungi saudara yang rumahnya masih di tengah pekarangan luas, Bapak selalu senang.

Berdasarkan cerita, masa kecil eyang kakung tidak hanya dihabiskan di Purworejo, tapi juga di Jakarta. Bapak pernah diajak ke saudara eyang kakung yang di Jakarta, tapi Bapak sudah lupa tempat persisnya dimana. Setelah dari Jakarta, eyang kakung kemudian dibawa oleh Buyut ke Cilacap dan menetap hingga saat ini. Buyut kakung dari eyang kakung bekerja di sekitaran komplek kilang milik Pertamina, sedangkan buyut putri membuka warung kelontong sederhana di rumahnya. Kapan-kapan Bapak akan cerita lebih banyak soal keluarga eyang kakung, ya nak!

Eyang putri berasal dari Cilacap, tepatnya di daerah dimana rumah eyang sekarang berada. Buyut dari eyang putri berprofesi sebagai petani, tapi anak-anaknya tidak ada yang secara full-time menjadi petani. Bapak sering bermain padi di rumah buyut yang letaknya di sebelah rumah eyang sekarang. Bapak sering diminta buyut putri untuk menjaga padi yang sedang dijemur agar tidak dimakani ayam atau hewan lainnya.

Di desa inilah Bapak menghabiskan masa kecil. Masa-masa dimana Bapak belajar banyak hal. Masa-masa dimana Bapak benar-benar menyatu dengan alam. Masa-masa dimana Bapak membentuk jati diri. Nanti Bapak akan cerita lebih banyak soal keluarga eyang putri, ya nak.

Tentang Pertanyaan Kapan Nikah Ketika Lebaran

Momen idulfitri atau lebaran merupakan momen yang ditunggu-tunggu oleh sebagian besar orang Indonesia, khususnya umat Islam. Selain merupakan salah satu hari raya keagamaan, lebaran juga merupakan momen dimana kita bisa berkumpul bersama keluarga maupun teman lama yang sudah lama tidak bertemu. Kita bisa saling bermaaf-maafan untuk membersihkan dosa sosial kita dan juga saling bertegur sapa merekatkan kembali tali silaturahmi yang sudah terjalin.

Di momen itu biasanya perbincangan kita macam-macam, dari mulai bertanya kabar sampai mengenang masa-masa kejayaan dulu. Nah, beberapa yang belakangan ini menjadi momok tersendiri, khususnya generasi milenial, adalah pertanyaan seputar “Kapan lulus?” bagi mahasiswa yang belum lulus kuliah, “Kapan kerja?” bagi yang belum dapat kerjaan, dan “Kapan nikah?” bagi yang belum menemukan jodoh atau menikah. Read more

Masih di UK: Tentang Toilet (Bersuci)

London, 18 September 2016

Sebelum melanjutkan perjalanan menuju tempat singgah, aku menyempatkan diri ke toilet bandara. Ini kali pertamaku buang air kecil di toilet duduk tanpa selang cebok. Aku sempat kaget karena aku terbiasa cebok dengan air setelah membuang air. Belakangan aku tahu bahwa di Eropa, termasuk juga UK, hampir semua toilet-nya tak mempunyai selang itu, kecuali di beberapa toilet di masjid-masjid. Kalaupun tidak selang cebok, biasanya masjid-masjid di UK menyediakan kettle untuk menampung air cebok. Read more

Masih di UK: Mendarat di Heathrow

London, 18 September 2016

Hawa dingin langsung menyergap begitu pesawatku mendarat di Bandara Internasional Heathrow London. Kakiku melangkah keluar untuk mengantri di imigrasi lalu menuju tempat pengambilan bagasi. Alhamdulillah semua koper kami tak ada yang hilang atau tertukar.

Setelah keluar ke ruang tunggu bandara, kami masih harus menunggu kawan yang akan menjemput di bandara, Junda dan Audhia. Junda adalah mahasiswa Queen Mary University of London yang baru saja lulus dari program magisternya dan sedang menunggu kepulangannya ke Indonesia. Sedangkan Audhia sama sepertiku, mahasiswa baru UCL yang nantinya juga akan menjadi teman flatku bersama-sama dengan Idham.  Read more

Masih di UK: Di Atas Langit Eropa

Ankara, 18 September 2016

Sebelum mulai memasuki dunia kerja, aku hanya pernah naik pesawat dua kali, yaitu di tahun 2010 pada saat aku mengikuti Student Exchange ke University Malaya, Malaysia. Momen itu juga merupakan momen pertamaku bepergian ke luar negeri. Aku ingat pada waktu itu pesawat yang aku naiki adalah pesawat milik maskapai Air Asia. Aku, beberapa teman dan dua dosenku berangkat dari bandara Husein Sastranegara Bandung menuju bandara internasional Kuala Lumpur Malaysia.

Read more

Masih di UK: Transit di Singapura

Singapura, 18 September 2016

Perjalanan dari Jakarta ke London kurang lebih ditempuh dalam waktu 15 jam. Namun demikian, pesawat yang kemarin aku naiki harus transit lebih dulu di Singapura selama kurang lebih dua jam. Ketika itu memang Garuda Indonesia dari Jakarta ke London belum memiliki direct flight ke London. Yang ada hanya direct flight dari London ke Jakarta, itu pun hanya ada pada hari-hari tertentu. Mulai Oktober 2017 kemarin, barulah maskapai kebanggaan Indonesia itu memulai direct flight-nya dari Jakarta menuju London. Aku menyambut baik terobosan itu.

Read more

Masih di UK: Take Off

Tangerang, 18 September 2016

Pagi itu perasaanku bercampur aduk. Di satu sisi aku senang dan bahagia karena sebentar lagi aku akan mewujudkan mimpiku untuk melanjutkan kuliah ke luar negeri, tepatnya United Kingdom. Di sisi lain aku juga sedih dan haru karena untuk pertama kalinya aku akan hidup berbulan-bulan di negara lain yang jaraknya lebih dari 7000 miles dari Indonesia. Saking berharganya momen itu, kedua orang tua dan adikku sengaja izin untuk tidak masuk sekolah demi melepasku terbang meninggalkan Indonesia menggunakan pesawat Garuda Indonesia di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

IMG_20160918_063351
Boarding Pass dan Passport

Read more

Puasa 18 jam di UK Menurut Saya

IMG_20170327_133953 (1)
Kampus saya; University College London

Hari ini saya ingin berbagi rasa dan mungkin sedikit cerita mengenai fase kehidupan yang saya alami saat ini, khususnya berpuasa di bulan Ramadhan di negeri yang jaraknya lebih dari 7000 miles dari Indonesia ini. Ini murni dari pespektif subjektif saya ya, sebagai seorang mahasiswa yang tiap hari kerjaannya hanya tinggal menulis essay (semacam makalah) dan dissertation (kalau di Indonesia tesis S2). Semoga ada pelajaran yang bisa diambil. Aamiinn… Read more